Label

Selasa, 08 Januari 2013

Hakikat Manusia

Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan 

Ada ahli yang mengatakan bahwa manusia sebagai animal educable, artinya pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang dapat dididik.
Di samping itu, menurut Langeveld, manusia juga bisa disebut sebagai animal educandum yang artinya manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang harus dididik.
Dan homo educandus yang bermakna bahwa manusia merupakan makhluk yang bukan hanya harus dan dapat dididik tetapi juga harus dan dapat mendidik.
Deskripsi di atas mengungkapkan secara jelas bahwa ada mata rantai yang erat antara hakikat manusia dengan garapan pendidikan sebagai salah satu usaha sadar untuk lebih memanusiakan manusia
Pendidikan telah dianggap sebagai salah satu HAM yang harus dipenuhi. Persoalannya adalah mengapa garapan pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia? Mengapa manusia harus didik dan harus mendidik?

Hal tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi, antara lain:

A. Hakikat anak sebagai manusia
Manusia yang baru lahir dalam keadaan yang serba lemah. Ia belum bisa berdiri, belum bisa makan sendiri. Semuanya bergantung pada orang lain.
Walaupun demikian, ia telah menunjukkan keunikannya kendati dalam takaran yang sederhana. Pada saat ia lahir, ia telah mengekpresikan dirinya dalam bentuk tangis atau gerakan-gerakan tertentu.
Tangis atau gerakan yang tanpa latihan itu menggambarkan bahwa anak sejak lahir telah memiliki potensi untuk berkembang.
Paling tidak ada empat pandangan yang bisa mempengaruhi perkembangan anak, yaitu:
1. Pandangan Environtalisme, bahwa perkembangan anak sangat bergantung pada lingkungannya.
Pandangan ini memberi penekanan bahwa lingkungan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi anak. Anak ibarat kertas putih yang bisa ditulis dengan berbagai warna.
Orang pertama yang mengemukakan pendapat ini adalah John Locke, seorang filsuf Inggris (1632-1704).

2. Pandangan Naturalisme, bahwa semua anak lahir dengan pembawaan baik, dan tak ada seorang anak pun yang memiliki pembawaan jelek. Pandangan ini kurang memandang penting artinya pendidikan bagi perkembangan anak. Tokoh pandangan ini adalah JJ.Rousseau, filsuf Prancis (1712-1778).


3. Pandangan Nativisme, bahwa perkembangan individu semata- mata ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak kecil. Menurut pandangan ini, hasil pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri. Lingkungan kurang memberikan pengaruh yang besar, karena semuanya sudah ditentukan oleh bawaan anak semenjak lahir.
Teori ini, awalnya diperkenalkan oleh seorang filsof Jerman Schopenhauer (1788-1880).

4. Pandangan Konvergensi, bahwa dalam proses perkembangan anak, faktor bawaan ataupun lingkungan memberikan kontribusi yang sepadan. Pandangan ini meyakini bahwa perkembangan anak adalah hasil
perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Pandangan ini pada awalnya dikembangkan oleh William Stern seorang ahli pendidikan Jerman (1871-1939).

B. Manusia dengan sifat kemanusiaannya
Kegiatan mendidik adalah sifat yang khas yang dimiliki manusia. Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”.
Jadi jika manusia tak didik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yag sebenarnya.
Konsepsi tersebut memberi penekanan bahwa lingkungan pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan kepribadian anak.


C. Manusia sebagai makhluk budaya
 Pendidikan pada hakikatnya adalah proses kebudayaan yaitu suatu proses yang berkesinambungan yang mengangkat harkat dan martabat manusia dari dunia alam (the world of nature) menuju kehidupan yang bercirikan dunia kebudayaan (the world of culture).
Aliran kebudayaan dalam pendidikan ini dipelopori oleh Spranger, yang mengutamakan masalah penyampaian norma, nilai kebudayaan dan peradaban manusia.

Rangkuman


1. Pendidikan adalah usaha sadar untuk memanusiakan manusia. Oleh sebab itu, untuk menuju ke arah pendewasaannya manusia perlu adanya bimbingan yang optimal.
2. Faktor pembawaan dan faktor lingkungan memberi pengaruh kepada optimalisasi pendewasaan seseorang.
3. Potensi manusia dalam perkembangannya bisa positif tetapi bisa juga negatif. Oleh sebab itu, tugas pendidikan dan lingkungan untuk menempa dan mendidik agar manusia berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya.
4. Manusia dengan budi, rasa, dan karsanya bisa menciptakan kebudayaan. Proses pendidikan diyakini sebagai bentuk proses budaya, yaitu proses yang berkesinambungan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar